Tari Rakyat Ronggeng Gunung Dari Ciamis Selatan
Enaknya baca blog ini sambil dengerin lagu ...
Kalian bisa klik tombol "PLAY" di paling bawah ...
Enaknya baca blog ini sambil dengerin lagu ...
Kalian bisa klik tombol "PLAY" di paling bawah ...
TARI RAKYAT
RONGGENG GUNUNG
Mendengar
nama ronggeng, maka terbayang suatu tontonan rakyat yang menampilkan
gadis-gadis cantik dengan pasangan pria menari mengikuti irama khas Jawa Barat.
Ronggeng yang akan ditampilkan di sini adalah ronggeng yang lain, yaitu
ronggeng gunung, suatu tari rakyat yang hidup dan berkembang di daerah Ciamis
bagian selatan. Ini bukan berarti di daerah lain tidak ada kesenian rakyat,
sejenis. Di daerah lain dikenal dengan nama berbeda, misalnya ketuk tilu,
banjet, ronggeng topeng dan sebagainya.
Banyak
keterangan tentang asal-usul ronggeng gunung. Ada dua versi yang bersumber pada
legenda yang terkenal di kalangan penduduk.
Versi
pertama mengatakan bahwa ronggeng gunung timbul ketika kerajaan Galuh kacau
balau karena serangan musuh. Raja terpaksa mengungsi ke tempat yang aman dari
kejaran musuh. Raden Sawung Galing datang sebagai penyelamat dan atas jasanya
Raden Sawung-galing dinikahkan dengan Putri Galuh. Ketika Raden Sawung Galing
memegang tampuk pemerintahan, dihidupkan kembali kesenian ronggeng gunung sebagai
hiburan resmi di istana. Penarinya diseleksi ketat oleh raja dan harus
betul-betul mempunyai kemampuan menari, menyanyi dan berparas cantik. Dengan
demikian ketika itu ronggeng mempunyai status terpandang di lingkungan
masyarakat.
Versi kedua
berkisah tentang seorang putri yang ditinggal mati oleh kekasihnya. Siang dan
malam sang putri meratapi terus kematian orang yang dicintainya. Selagi sang
putri menangisi jenazah kekasihnya yang sudah mulai membusuk, datanglah
beberapa pemuda menghampiri sang putri dengan maksud menghibur. Pemuda-pemuda
tersebut menari sambil menutup hidung karena bau busuk mayat. Sang putri pun
akhirnya ikut menari dan menyanyi dengan nada melankolis. Adegan-adegan
tersebut banyak yang menjadi dasar dalam gerakan-gerakan pada pementasan
ronggeng gunung saat ini.
Memasuki
periode tahun 1940 sampai tahun 1945, banyak terjadi pergeseran nilai dari
sebelumnya. Pergeseran nilai tersebut meresap pula dalam kesenian ronggeng
gunung, misalnya dalam cara menghormat yang semula dengan merapatkan tangan di
dada berganti dengan cara bersalaman. Bahkan akhirnya cara bersalaman ini
banyak disalahgunakan, dimana penari laki-laki atau orang-orang tertentu bukan
hanya bersalaman melainkan bertindak lebih jauh seperti mencium dan sebagainya.
Kadang-kadang penari dapat dibawa ke tempat sepi. Karena tidak sesuai dengan
adat-istiadat, maka pada tahun 1948 kesenian ronggeng gunung dilarang
dipertunjukkan untuk umum.
Baru pada
tahun 1950 kesenian ronggeng gunung dihidupkan kembali dengan beberapa
pembaruan, baik dalam tarian maupun dalam pengorganisasian sehingga kemungkinan
timbulnya hal-hal negatif dapat dihindarkan.
Persebaran
Ronggeng Gunung
Desa-desa di
Ciamis selatan yang memiliki kesenian ronggeng gunung adalah desa Panyutran,
Ciparakan, Burujul dan menyebar ke arah selatan, yaitu di Kawedanaan
Pangandaran sampai ke Kecamatan Cijulang. Dalam beberapa generasi ronggeng
gunung mampu mempertahankan ciri-ciri khas yang dimiliki.
Namun
demikian ditemukan pula tarian dalam bentuk yang hampir sama di daerah lain
seperti banjet di Krawang, dombret di Subang. Perbedaan masih tetap nyata. Jika
banjet dan dombret sudah banyak mempergunakan lagu-lagu populer, ronggeng
gunung tetap mempergunakan lagu-lagu yang bersifat buhun (lama). Dombret dan
banjet sudah banyak dipengaruhi oleh budaya dari luar Sunda, seperti Jawa,
Bugis Makasar, Lampung dan juga Madura melalui pergaulan antara para nelayan.
Seperti
tari-tari lain sejenisnya, ronggeng gunung juga merupakan tari hiburan dan
pakaian yang dikenakan sesuai dengan tradisi setempat. Segi lain yang menarik
dari pertunjukan ini adalah pada saat pertunjukan berlangsung, yaitu dengan
sering tampilnya para penonton untuk menemani penari ronggeng menari. Seringkah
tingkah "penari penonton" ini membuat geli orang-orang yang menyaksikan,
sehingga suasana pun berubah menjadi riuh dan bergembira. Suasana yang
ditampilkan tersebut menunjukkan ciri khas suatu kesenian rakyat, yaitu akrab
dimana penari dan penonton berbaur tanpa batas yang jelas.
Pada masa
pemberontakan DI/TII berkecamuk di Jawa Barat, kesenian ronggeng gunung
hampir-hampir lenyap karena seringnya terjadi gangguan terhadap pertunjukan
yang sedang berlangsung. Setelah gerombolan DI/TII ditumpas, pertunjukan
ronggeng gunung yang sangat digemari oleh masyarakat itu pun muncul kembali.
Alat
Penerangan
Umumnya
kesenian ronggeng dipanggil untuk kepentingan suatu perayaan, misalnya pesta
perkawinan, khitanan, penghormatan terhadap tamu dan sebagainya. Namun
disamping itu tidak jarang pula kesenian ronggeng dipanggil untuk memenuhi
pernyataan kaulnya.
Sekarang
dalam berbagai acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah, dapat pula
ronggeng dipergunakan sebagai alat penerangan yang efektif. Ronggeng gunung
dapat digunakan untuk mengumpulkan penduduk. Setelah penduduk berkumpul maka
kesempatan ini "dipergunakan untuk menyampaikan sesuatu yang penting
diketahui oleh masyarakat. Misalnya penerangan keluarga berencana, penyuluhan
pertanian dan sebagainya
Orang-orang
yang tergabung dalam kelompok kesenian ronggeng gunung ini biasanya terdiri
dari enam sampai sepuluh orang. Namun demikian dapat pula tukar menukar atau
meminjam pemain dari kelompok lain. Biasanya peminjaman pemain terjadi untuk
memperoleh pesinden lalugu, yaitu wanita yang sudah berumur agak lanjut tetapi
mempunyai kemampuan yang sangat mengagumkan dalam hal tarik suara. Dia bertugas
membawakan lagu-lagu tertentu yang tidak dapat dibawakan oleh pesinden biasa.
Pementasan
ronggeng gunung ini memakan waktu cukup lama, kadang-kadang baru selesai
menjelang subuh. Oleh karena itu pada setiap pementasan harus disediakan tempat
istirahat sehingga penampilan mereka tetap baik.
Sebelum
pertunjukan dimulai juga diadakan sesajen untuk persembahan kepada para leluhur
dan roh yang ada di sekitar tempat tersebut, agar menjaga keselamatan para
nayaga dan juga ronggeng. Bentuk sesajen ini terdiri dari kue-kue kering tujuh
macam dan tujuh warna, pisang emas, sebuah cermin, sisir dan sering pula
ditemukan rokok sebagai pelengkap sesaji.
Pementasan
ronggeng gunung biasanya dilakukan agak malam dan berakhir dini hari. Untuk
mencegah pandangan negatif terhadap jenis tari yang hampir punah ini diterapkan
peraturan-peraturan yang melarang penari dan pengibing melakukan kontak
(sentuhan) langsung. Beberapa adegan yang dapat menjurus kepada perbuatan
negatif seperti mencium atau memegang penari, dilarang sama sekali. Peraturan
ini merupakan suatu cara untuk menghilangkan pandangan dan anggapan masyarakat
bahwa ronggeng identik dengan wanita yang senang menggoda laki-laki.
Pementasan
ronggeng gunung hingga saat ini tetap merupakan kesenian yang digemari oleh
penduduk. Apabila kesenian rakyat ini ditampilkan, dapat dipastikan tempat yang
sebelumnya sunyi sepi akan berubah menjadi ramai, seakan-akan suatu pasar
malam. Meskipun pementasan dilakukan agak malam penonton telah datang sejak
sore saat matahari mulai tenggelam. Pendek kata desa yang sunyi sepi akan
berubah menjadi meriah dan menggembirakan.
Bila ayam jantan telah berkokok tanda menjelang pagi, barulah satu persatu mereka mengundurkan diri dari tempat keramaian. Mereka telah menikmati kegembiraan semalam suntuk.
Kalo ada yg update lagi pasti saya kasi tau kalian ..
tenang ajah ga usah takut ketinggalan ...
Anzar Nurhidayati